Senin, 22 April 2013

Kajian Kakawin Ramayan Sargah I:4


BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Bentuk – bentuk kesusastraan Bali pada dasarnya merupakan pola – pola perwajahan dari kesusastraan Bali. Kesusastraan Bali merupakan himpunan karya – karya fiksi yang berbahasa Bali dan Jawa Kuna (Kawi ). Karya –karya fiksi tersebut tentunya mengandung unsur imajinatif (kakawian) yang diciptakan oleh kretifitas (awi – awian ) pengarang / pujangga Bali maupun Jawa Kuna. Kesusastraan Bali memiliki jenis yang beragam dan selanjutnya dapat diklasifikasikan menjadi kakawin, parwa / kanda, kidung, babad, geguritan, peparikan, wewangsalan, satua, cerpen, novel, dan puisi Bali modern.
Kakawin merupakan salah satu karya sastra Bali purwa (yang berbahasa ) Jawa Kuna yang berbentuk puisi dan diikat oleh konvensi guru laghu. Guru merupakan suara panjang ( dirgha ), pelan , intonasi agak berat dan beralun. Laghu merupakan suara pendek, agak cepat, intonasi ringan dan tidak terlalu beralun. Kakawin telah diciptakan sekitar abad ke-IX ketika peradaban bahasa dan sastra Jawa kuna masih berlangsung di Jawa Tengah. Kakawin terus berkembang mengikuti perkembangan politik dan kekuasaan di Jawa.
Kedekatan hubungan politik dan kekuasaan antara Jawa dengan Bali menjadi jendela bagi menyebarnya kakawin ke Bali, seperti kakawin Ramayana, Arjuna Wiwaha, Bharatayudha, Sutasoma, dan Siwaratiri Kalpha, semuanya mendapat tempat yang terhormat pada masyarakat Bali.
Pada zaman kerajaan Mataram Hindu yang diperintah oleh Dyah Balitung sekitar 820 – 832 saka, terdapat sebuah kitab Ramayana berbentuk kakawin berbahasa Jawa Kuna. Menurut tradisi Bali kakawin Ramayana merupakan karya sastra yang dikarang oleh Mpu Yogiswara. Namun pernyataan itu langsung dibantah oleh Prof. Dr. R.M.Ng. Purbatjaraka, karena menurut beliau Mpu Yogiswara merupakan baris terakhir kakawin Ramayana versi jawa, namun itu bukan merupakan identitas penulis.  Kitab ini sudah diteliti oleh para ahli Belanda seperti H. Kern yang telah mencetak dengan huruf Jawa pada tahun 1950, diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda ( hanya 6 bagian ) dan selanjutnya dilakukan oleh H.H. Juynboll.




1.2       Rumusan Masalah
1.2.1    Bagaimanakah isi singkat kakawin Ramayana ?
1.2.1    Bagaimanakah transeliterasi dari aksara Bali, menjadi Bahasa Kawi Latin, Bahasa Bali dan Bahasa Indonesia ?
1.2.3    Bagaimanakah kajian bahasa dan nilai – nilai yang terkandung di dalam kakawin Ramayana Sargah I:4 ?

1.3       Tujuan
1.3.1    Untuk mengetahui secara umum sinopsis atau ringkasan cerita kakawin Ramayana.
1.3.2    Untuk melatih kemampuan pentranseliterasian dari aksara Bali menjadi Bahasa Kawi Latin, Bahasa Bali dan Bahasa Indonesia.
1.3.3    Untuk mengetahui nilai – nilai yang terkandung dalam kakawin Ramayana Sargah I : 4, serta aplikasinya dalam kehidupan sehari – hari.







BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Sinopsis Kakawin Ramayana
          2.1.1       Asal – Usul Kakawin Ramayana
Kakawin Ramayana adalah kakawin (syair) berisi cerita Ramayana. Ditulis dalam bentuk tembang berbahasa Jawa Kuna, diduga dibuat di Mataram Hindu pada masa pemerinthan Dyah Balitung sekitar tahun 820-832 Saka atau sekitar tahun 870 M.
 Menurut tradisi Bali, Kakawin Ramayana ini dipercaya ditulis oleh seorang bernama Yogiswara. Hal ini ditolak oleh Prof. Dr. R.M.Ng. Purbatjaraka. Menurutnya, Yogiswara memang tercantum pada baris terakhir Ramayana versi Jawa ini, tetapi hal itu bukan merupakan identitas penulis
Syair dalam bentuk kakawin ini adalah salah satu dari banyak versi mengenai kisah sang Rama dan Sita, wiracarita agung yang versi awalnya digubah di India oleh Walmiki dalam bahasa Sanskerta. Beberapa peneliti mengungkapkan, bahwa Kakawin Ramayana versi Jawa ini ternyata tidak sepenuhnya mengacu langsung kepada Ramayana versi Walmiki, akan tetapi mengacu ini merupakan transformasi dari kitab Rawanawadha yang ditulis oleh pujangga India kuno bernama Bhattikawya. Hal ini disimpulkan oleh Manomohan Ghosh, seorang peneliti sastra dari India yang menemukan beberapa bait Ramayana Jawa yang sama dengan bait bait dalam Rawanawadha.
Dari segi alur cerita, Kekawin Ramayana juga memiliki perbedaan dengan Ramayana Walmiki. Pada akhir cerita, sekembalinya Rama dan Sita ke Ayodya, mereka berpisah kembali, jadi Rama dna Sita tidak hidup bersama, demikian versi Walmiki. Sedang dalam versi Jawa, Rama dan Sita hidup bersama di Ayodya.


            2.1.2    Sinopsis Kakawin Ramayana
Prabu Dasaratha dari negeri Ayodya memiliki empat putra; Rama, Bharata, Laksmana dan Satrughna. Maka suatu hari seorang resi bernama Wiswamitra memohon bantuan Sri Paduka Dasaratha untuk menolongnya membebaskan pertapaannya dari serangan para raksasa. Maka Rama dan Laksamana berangkat.
Di pertapaan, Rama dan Laksmana menghabisi semua raksasa dan kemudian mereka menuju negeri Mithila di mana diadakan sebuah sayembara. Siapa menang dapat mendapat putri raja bernama Sita. Para peserta disuruh merentangkan busur panah yang menyertai kelahiran Sita. Tak seorangpun berhasil kecuali Rama, maka mereka pun menikah dan lalu kembali ke Ayodya.
Di Ayodya, Rama suatu hari akan dipersiapkan dinobatkan sebagai raja, karena ia adalah putra sulung. Namun Kaikeyi, salah seorang istri raja Dasaratha yang bukan ibu Rama berakta bahwa sri baginda pernah berjanji bahwa Bharata lah yang akan menjadi raja. Maka dengan berat hati raja Dasaratha mengabulkannya karena memang pernah berjanji demikian. Kemudian Rama, Sita dan Laksmana pergi meninggalkan istana. Selang beberapa lama, raja Dasaratha meninggal dunia dan Bharata mencari mereka. Ia merasa tidak pantas menjadi raja dan meminta Rama untuk kembali. Tetapi Rama menolak dan memberikan sandalnya (bahasa Sanskerta: pâduka) kepada Bharata sebagai lambang kekuasaannya.
Maka Rama, Sita dan Laksmana berada di hutan Dandaka. Di sana ada seorang raksasi bernama Surpanakha yang jatuh cinta kepada Laksmana dan ia menyamar menjadi wanita cantik. Tetapi Laksmana tak berhasil dibujuknya dan akhirnya ujung hidungnya terpotong. Surpanakha marah dan mengadu kepada kakaknya sang Rahwana (Rawana) dan membujuknya untuk menculik Sita dan memperistrinya. Akhirnya Rahwana menyuruh Marica, seorang raksasa untuk menculik Sita. Lalu Marica bersiasat dan menyamar menjadi seekor kijang emas yang elok. Sita tertarik dan meminta suaminya untuk menangkapnya. Rama meninggalkan Sita bersama Laksmana dan pergi mengejar si kijang emas. Si kijang emas sangat gesit dan tak bisa ditangkap, akhirnya Sri Rama kesal dan memanahnya. Si kijang emas menjerit kesakitan berubah kembali menjadi seorang raksasa dan mati. Sita yang berada di kejauhan mengira yang menjerit adalah Rama dan menyuruh Laksamana mencarinya. Laksmana menolak tetapi akhirnya mau setelah diperolok-olok dan dituduh Sita bahwa ia ingin memilikinya. Akhirnya Sita ditinggal sendirian dan bisa diculik oleh Rahwana.
Teriakan Sita terdengar oleh burung Jatayu yang pernah berkawan dengan prabu Dasaratha dan ia berusaha menolong Sita. Tetapi Rahwana lebih kuat dan bisa mengalahkan Jatayu. Jatayu yang sekarat masih bisa melapor kepada Rama dan Laksmana bahwa Sita dibawa ke Lengka, kerajaan Rahwana.
Kemudian Rama dan Laksmana mencari kerajaan ini. Di suatu daerah mereka berjumpa dengan kera-kera dan seorang raja kera bernama Subali yang menculik istri kakaknya. Akhirnya Bali bisa dibunuh dan istrinya dikembalikan ke Sugriwa dan Sugriwa bersedia membantu Rama. Akhirnya dengan pertolongan bala tentara kera yang dipimpin Hanuman, mereka berhasil membunuh Rahwana dan membebaskan Sita. Sita lalu diboyong kembali ke Ayodya dan Rama dinobatkan menjadi raja.
2.2     Transliterasi Kakawin Ramayana Sargah I : 4
               Transliterasi Kakawin Ramayana merupakan proses pengalihbahasakan dan alih aksarakan dari aksara Bali menjadi Bahasa Kawi Latin, Bahasa Bali, dan Bahasa Indonesia tanpa mengubah ejaan yang ada. Di bawah ini akan disajikan pengalihaksaraan dan pengalihbahasaan Kakawin Ramayana Sargah I : 4.
          Kakawin Ramayana Sargah I : 4

Rÿ Gÿ   dùùùù mu su ; m  p  Ï  o,
                                                                                                 ri  h tø  y   eTÿ \áÛ Zÿ t nß eDÿ; ri     \ w  k/,
                                                                                                 e y k t n  À n ri si r,
                                                                                                   pÉ wù r wi hø k nŠie r* ni tø>.
                                     
                                      
2.2.1       Transliterasi dari Aksara Bali menjadi Bahasa Kawi Latin
                          
Rÿ Gÿ   dùùùù mu su ; m  p  Ï  o,
                                                                                                Ràgàdi musuh maparö,
                                                                                                 ri  h tø  y   eTÿ \áÛ Zÿ t nß eDÿ; ri     \ w k/,
                                                                                                ri hati ya tonggwanya tan madoh ring awak,
                                                                                                 e y k t n  À n ri si r,
                                                                                                yeka tan hana ri sira,
                                                                                                   pÉ wù r wi hø k nŠie r* nùti.
                                                                                                prawìra wihikan sireng nìti

          
2.2.2       Transliterasi dari Bahasa Kawi Latin menjadi Bahasa Bali

Ràgàdi musuh maparö,
Smaradudu wantah musuh sane pinih tampek,
                                                                                                ri hati ya tonggwanya tan madoh ring awak,
ring manah genahnyane, nenteh doh saking angga,
                                                                                                 yeka tan hana ri sira,
Punika nenten wenten ring anggan ida,
                                                                                                   prawìra wihikan sireng nìti
Prawira , kapradnyanan ida ring tataning negara.
                       
         
2.2.3       Transliterasi dari Bahasa Bali menjadi Bahasa Indonesia
                      
Smaradudu wantah musuh sane pinih tampek,
                                                                                                Hawa nafsu adalah musuh yang terdekat.
ring manah genahnyane, nenteh doh saking angga,
Di dalam hatilah tempatnya, tidak jauh dari badan sendiri,
Punika nenten wenten ring anggan ida,
 Itu semua tidak ada dalam diri beliau,
                                                                                                   Prawira , kapradnyanan ida ring tataning negara.
Kepahlawanan, dan pandai dalam ilmu politik serta kenegaraan.

2.2.4  Transliterasi Aksara Bali, Bahasa Kawi Latin, Bahasa Bali, dan Bahasa Indonesia Kakawin  Ramayana Sargah I : 4

Aksara Bali

  Rÿ Gÿ   dùùùù mu su ; m  p  Ï  o,

Bahasa
Kawi Latin
  Ràgàdi musuh maparö,

Bahasa
Bali
Smaradudu wantah musuh sane pinih tampek,

Bahasa Indonesia
Hawa nafsu adalah musuh yang terdekat.



Aksara Bali

ri  h tø  y   eTÿ \áÛ Zÿ t nß eDÿ; ri     \ w k/,

Bahasa
Kawi Latin
ri hati ya tonggwanya tan madoh ring awak,
Bahasa
Bali
ring manah genahnyane, nenteh doh saking angga,

Bahasa Indonesia
Di dalam hatilah tempatnya, tidak jauh dari badan sendiri,


Aksara Bali
e y k t n  À n ri si r,

Bahasa
Kawi Latin
yeka tan hana ri sira,

Bahasa
Bali
Punika nenten wenten ring anggan ida,

Bahasa Indonesia
Itu semua tidak ada dalam diri beliau,



Aksara Bali
pÉ wù r wi hø k nŠie r* nùti.

Bahasa
Kawi Latin
prawìra wihikan sireng nìti

Bahasa
Bali
Prawira , kapradnyanan ida ring tataning negara.

Bahasa Indonesia
Kepahlawanan, dan pandai dalam ilmu politik serta kenegaraan

2.3     Kajian Nilai dalam Kakawin Ramayana Sargah I : 4
          Makna kesusastraan Bali dimaksudkan sebagai muatan, kandungan atau dalam ilmu sastra diistilahkan dengan "nilai" dalam kesusastraan Bali. Terkait dengan hal itu, maka nilai - nilai pada kesusastraan Bali merupakan pandangan - pandangan masyarakat Bali yang tercermin dalam karya - karya sastra Bali. Pandangan tersebut berkenaan dengan hal - hal yang dianggap , "baik, pantas, atau sesuai " bagi ukuran normatif masyarakat Bali. Pandangan - pandangan tersebut ditata sedemikian rupa oleh pengarang (sastrawan ; pujangga ) dengan kepiawaian yang dimiliki. Hal itulah selanjutnya ditangkap oleh pembaca sebagai suatu nilai. Dengan demikian, maka nilai - nilai pada kesusastraan Bali pada dasarnya seluruh aspek kehidupan.
          Dalam Kakawin Ramayana mengandung banyak nilai - nilai kehidupan. Pada sargah I : 4 Kakawin Ramayana juga banyak mengandung nilai – nilai kehidupan antara lain adalah nilai religius (keagamaan) , nilai sosial.
2.3.1  Nilai Religius ( keagamaan ) dalam Kakawin Ramayana Sargah I : 4
          Nilai religius adalah nilai keagamaan atau keyakinan yang terkandung di dalam Kakawin Ramayana Sargah I : 4. Dalam Kakawin Ramayana Sargah I : 4 mengandung nilai keagamaan yaitu Sad Ripu, yang merupakan salah satu ajaran dalam agama Hindu. Sad Ripu, berasal dari 2 kata yaitu Sad yang berarti enam (6) dan Ripu artinya musuh. Jadi Sad Ripu adalah 6 musuh yang ada dalam diri manusia. Keenam musuh ini berada dalam diri manusia dan tidak jauh dari raga manusia, seperti yang tertuang dalam Kakawin Ramayana Sargah I : 4, Ràgàdi musuh maparö, ri hati ya tonggwanya tan madoh ring awak.
          Sebagai manusia tidak seharusnya jauh – jauh mencari musuh dan menganggap orang lain adalah musuh. Dalam diri setiap orangpun terdapat enam musuh yang disebut dengan Sad Ripu. Bagian – bagian dari Sad Ripu adalah Kama, Lobha, Krodha, Mada, Moha, Matsarya. Keenam musuh ini ada di dalam diri setiap manusia. Dapat kita lihat dalam kehidupan saat ini, keinginan , ketidakpuasan, kemabukan, kebingungan, dan iri hati adalah penyakit masyrakat. Keinginan (Kama) memang dibutuhkan oleh setiap manusia, namun apabila keinginan yang tidak dapat dikendalikan akan menjadi musuh bagi manusia. Keinginan yang masih belum dapat dikendalikan akan menyebabkan kelobaan (Lobha), yaitu tidak puas akan sesuatu dan menginginkan sesuatu lainnya.
          Apabila seseorang dikuasi oleh kelobaan ,maka ia akan diliputi oleh kemarahan (krodha). Kemarahan merupakan musuh yang terbesar dalam diri manusia, karena akan menyebabkan tekanan fisik maupun mental. Orang yang marah adalah orang yang jauh dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena tidak dapat menahan diri atau mengendalikan diri. Apabila sudah demikian, maka ia akan diliputi kemabukan (Mada). Kemabukan disini tidak hanya disebabkan oleh minuman keras, pada zaman seperti saat ini kemabukan banyak disebabkan oleh, harta, kekuasaan serta kepuasan. Seseorang yang sudah mabuk maka akan mengalami kebingungan (Moha) . Tidak dapat membedakan yang baik atau buruk, salah atau benar. Kebingungan akan menyebabkan orang menjadi iri hati (Matsarya) dengan apapun yang dilakukan orang lain, akibat dia tidak dapat membedakan baik, buruk, benar ataupun salah.
          Kakawin Ramayana sudah menjelaskan dengan jelas bahwa keenam musuh ini berada tidak jauh dari diri kita. Sad Ripu tidak harus dimusnahkan, namun hanya harus dikendalikan sehingga akan memberikan dampak positif bagi diri dan sekitar kita. Hal yang dapat dilakukan untuk mengendalikan Sad Ripu adalah menjalankan Tri Kaya Parisudha, sehingga segala pikiran, tindakan dan perkataan yang muncul akan baik atau positif.
2.3.2  Nilai Sosial dalam Kakawin Ramayana Sargah I : 4
          Nilai sosial adalah nilai yang berkenaan dengan realitas maupun permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat. Dalam bait inipun juga mengandung nilai sosial , dimana kembali dengan musuh dalam diri yaitu Sad ripu yang menjadi penyakit masyarakat zaman sekarang.
          Seperti yang kita ketahui, kemajuan tekhnologi serta pendidikan banyak menuntut masyarakat berperilaku konsumtif. Contohnya tidak jauh dari keseharian kita yaitu penggunaan HP Black Berry. Indonesia menjadi negara terbesar di Asia yang penduduknya menggunakan Black Berry. Hal ini disebabkan oleh keinginan masyarakat akan barang kebutuhan sekunder sangat tinggi dan tidak dapat dikendalikan. Dalam Sad Ripu , hal ini termasuk dalam Kama atau keinginan.
          Bagian kedua adalah Lobha ( rakus ), rakus tidak hanya diartikan rakus akan makanan. Saat ini rakus diaartikan menjadi rakus akan harta, kekuasaan. Contohnya adalah para pejabat saat ini, belum merasa puas dengan kedudukan serta pendapatan yang mereka peroleh, sehingga mereka memutuskan untuk bertindak melakukan korupsi. Semua ini diakibatkan oleh kerakusan seseorang, serta tidak puas dengan apa yang telah dimiliki.
          Bagaian ketiga adalah krodha ( kemarahan), orang yang telah dikuasi oleh kemarahan segala tindakan, pikiran dan perkataannya sudah tidak dapat dikendalikan. Contohnya adalah aksi anarkis kelompok tertentu, hal ini akibat mereka telah dikuasai oleh krodha. Akibatnya timbul perkataan, tindakan dan pemikiran yang buruk.
          Bagian keempat adalah Mada ( Kemabukan ), mabuk tidak hanya disebbakan oleh minuman keras. Mabuk juga dapat disebabkan oleh harta serta kedudukan. Apabila seseorang sudah mabuk, maka ia akan kehilangan kesadaran serta akal sehatnya dalam berfikir. Begitu juga mereka yang mabuk akan kedudukan serta harta, maka akan menjadi sombong, menyalahgunakan harta dan kedudukan itu untuk hal yang negatif. Hal ini sudah banyak terjadi di kalangan masyarakat, baik dari pemerintahan , pegawai serta masyrakat biasapun juga bisa.
          Bagian kelima adalah Moha ( Kebingungan ), seseorang yang mabuk maka akan mengalami kebingungan. Tidak bisa membedakan perbuatan yang baik dan buruk, benar maupun salah. Contohnya , orang yang mabuk akan kedudukan / jabatan. Akibat kemabukannya itu dia menjadi bingung, serta tidak tahu membedakan hal yang baik dan buruk. Sehingga para pemegang jabatan yang mabuk akan kekuasaan , mereka akan menjadi otoriter, tidak adil, bahkan yang terburuk adalah melakukan korupsi. Seperti yang kita ketahui korupsi adalah masalah terbesar dalam negara kita saat ini.
          Bagian keenam adalah matsarya ( iri hati ). Iri hati merupakan penyakit manusia yang banyak menjerumuskan ke dalam lingkaran kehancuran. Contohnya dalam kehidupan sehari – hari dan tidak jauh dari kehidupan kita adalah ketika pemilihan kepala desa. Ketika rasa iri hati itu muncul saat tidak terpilih, maka ia akan menganggap apapun yang dilakukan oleh kades terpilih tidak akan benar dan lain sebagainya. Masih banyak lagi contoh dalam kehidupan bermasyarakat.



BAB III
PENUTUP

3.1       Simpulan
·         Kakawin Ramayana adalah kakawin (syair) berisi cerita Ramayana. Ditulis dalam bentuk tembang berbahasa Jawa Kuna, diduga dibuat di Mataram Hindu pada masa pemerinthan Dyah Balitung sekitar tahun 820-832 Saka atau sekitar tahun 870 M.

·         Transliterasi Kakawin Ramayana merupakan proses pengalihbahasakan dan alih aksarakan dari aksara Bali menjadi Bahasa Kawi Latin, Bahasa Bali, dan Bahasa Indonesia tanpa mengubah ejaan yang ada. Di bawah ini akan disajikan pengalihaksaraan dan pengalihbahasaan Kakawin Ramayana Sargah I : 4.


·         Dalam Kakawin Ramayana Sargah I : 4, mengandung banyak nilai – nilai kehidupan. Nilai kehidupan yang terkandung antara lain adalah nilai keagamaan serta nilai sosial.




DAFTAR PUSTAKA

……….., 2010. Sejarah Kajian Sastra Bali. Denpasar. ……….
Geria, A.A. Gde Alit. 2011. Bahasa Jawa Kuna : Selayang Pandang. Denpasar : …….. .
Suwija, Dr. I Nyoman. 2011. Ngiring Nulis Bali. Denpasar : Wineka Media.
Tinggen , I Nengah. 1993. Celah – Celah Kunci Pasang Aksara Bali. Singaraja : Toko Buku Indra Jaya.
Tim Peneliti Naskah Ejaan Bahasa Bali Huruf Bali dan Huruf Latin. 1978. Ejaan Bahasa Daerah Bali Yang Disempurnakan. Denpasar : Toko Buku Indra Jaya.
Widia, I Gusti Made. 1979. Kakawin Ramayana. Singaraja : Indra Jaya.
Zoutmulder.P.J. 1983. Sastra Jawa Kuna Selayang Pandang. Jakarta : Djambatan.
Zoutmulder,P.J, dkk. 1995. Kamus Jawa Kuna- Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar